Jumat, 09 Januari 2009

Islam dan Budaya Timur Tengah

Selama ini, di berbagai belahan dunia seringkali kita jumpai pemeluk agama Islam identik dengan orang yang berpenampilan seperti orang Timur Tengah. Mulai dari cara berpakaian, berhias sampai pada acara perhelatan yang terkadang merupakan asimilasi budaya asli daerah dengan budaya Timur Tengah.

AlQur’an sebagai risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW memang dipertahankan keasliannya dengan cara tidak mengubah bahasa dan tulisan Arab sehingga kekuatiran salah penafsiran minimal di kalangan orang yang mengerti bahasa Arab menjadi minimal. Pertanyaan yang mudah muncul yakni apakah agama ini hanya diciptakan untuk bangsa Arab? Kembali ke prinsip bahwa Islam sebagai agama penutup yang bersifat “rahmatan lil alamin” dan universal maka jawaban pertanyaan tersebut adalah “tidak”. Hanya saja, saat itu memang bangsa Arab mengalami masa kekacauan luar biasa (dikenal dengan istilah jaman jahiliyah) sehingga Nabi diturunkan di sana.

Jika memang Islam itu berlaku untuk semua bangsa, bagaimana cara membedakan suatu kebiasaan atau perilaku sehari-hari adalah ajaran Islam atau budaya Timteng yang menjadi keseharian Nabi Muhammad SAW? Sebut saja seperti model pakaian gamis buat pria, memelihara jenggot sampai panjang ke bawah, atau penggunaan cadar pada wanita berjubah warna gelap.

Hal ini seyogianya tidak perlu menjadi perdebatan sepanjang semua kebiasaan tersebut selalu mengacu pada AlQur’an dan hadits (biarpun beberapa hadits masih diragukan keshahihannya sehingga akan menimbulkan perdebatan juga). Misalnya batasan menutup aurat bagi wanita maupun pria sudah dijelaskan. Namun ada juga budaya Arab yang merupakan kebiasaan Nabi Muhammad SAW di antaranya makan menggunakan tangan kanan dan memelihara jenggot. Apakah kemudian orang Islam menganggap itu sebagai ajaran agama? Bagaimana dengan penggunaan alat bantu makan seperti garpu dan pisau sehingga makanan disuap dengan tangan kiri (karena pisau menggunakan tangan kanan)? Apakah hal ini melangar aturan agama? Begitu juga halnya dengan model pakaian yang bercorak dan berwarna warni terutama pada baju muslim wanita. Apakah pakaian yang digunakan tetap harus menggunakan warna polos dan gelap? Jika hal ini harus diterapkan dalam keseharian orang Islam di mana pun dia berada, maka akan banyak daerah di mana orang Islam menjadi seperti “stranger in town” atau “outsider” .

Pendapat penulis (bisa saja salah) bahwa semuanya terpulang pada cara penafsiran AlQur’an dan menganalisa hadits shahih. Jika prinsip dasar (seperti batasan aurat) tidak dilanggar, maka tidaklah perlu memakai model pakaian ala Timteng. Sesuaikan saja dengan budaya dan asal masing-masing atau di mana kita tinggal sesuai pepatah: “Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung”. Akan tetapi bagi orang Islam yang menganggap bahwa budaya Timteng merupakan keseharian Nabi Muhammad SAW yang harus ditiru…ya monggo saja…tapi jangan menganggap itu adalah yang paling benar sehingga gaya lain dianggap salah..karena kebenaran mutlak hanya milik Allah SWT.

Akhir kata, Allah SWT berfirman: “dan tidaklah Aku ciptakan alam smesta ini melainkan untuk menunjukkan tanda-tanda kekuasaan Ku…bagi yang mau memikirkannya” sehingga manusia sebagai makhluk paling sempurna dan ditunjuk sebagai khalifah yang dibekali akal pikiran mestinya bisa melakukan yang terbaik di muka bumi ini melebihi kemampuan makhluk lain. Orang Islam harus selalu terdepan menjadi tauladan dalam berbagai bidang. Jangan malah sebaliknya menjadi makhluk penghancur, perusak dan bahkan terrorist selalu diidentikkan dengan jihad orang Islam. Naudzubillah min dzaliq.